Jumat, 10 Oktober 2008

RUU Pornografi, MUI Sesalkan DPR Lambat Menyetujui


Jakarta, Kompas - Forum Ukhuwah Islamiyah Majelis Ulama Indonesia atau MUI menyesalkan sikap wakil rakyat yang terus mengulur waktu pengesahan Rancangan Undang-Undang atau RUU tentang Pornografi. Padahal, RUU Pornografi ini sudah dikurangi dan dipotong, baik judul maupun pasalnya, serta dikompromikan dengan pihak yang menentang.

Pernyataan ini dibacakan Sekretaris MUI Wilya Safitri, didampingi Ketua MUI Amidhan, Kamis (9/10) di Jakarta. ”Tujuan sebenarnya RUU Pornografi untuk membangun moral bangsa sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945,” ujarnya.

Safitri mengatakan, merebaknya kejahatan pornografi cetak maupun elektronik dan beredarnya VCD porno sangat memprihatinkan. Keadaan ini merusak budaya dan moral bangsa, terutama anak-anak dan perempuan. ”Dengan UU Pornografi ini diimbau kepada segenap komponen bangsa untuk menyelamatkan bangsa dan negara dari kehancuran dan keterpurukan moral,” ujarnya.

Secara terpisah, anggota Panitia Khusus (Pansus) RUU Pornografi, Wila Chandrawila, mengakui ada upaya untuk mempercepat pengesahan RUU Pornografi. ”RUU itu didorong bisa disetujui pada 24 Oktober 2008. Padahal, masih banyak persoalan di dalamnya,” katanya.

Wila, anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP) DPR, menyatakan, fraksinya mengajukan draf RUU baru. Namun, draf itu belum dibahas pansus. DPR pekan ini menggelar sosialisasi RUU Pornografi di tiga daerah, yakni Bali, Sulawesi Utara, dan Yogyakarta.

”F-PDIP keberatan karena dalam RUU yang sekarang terjadi kriminalisasi di ranah privat. Penyebaran produk pornografi memang harus ditindak, tetapi tidak seharusnya memasuki wilayah privat,” kata Wila.

Bukan soal agama
Sebaliknya, jelas Safitri, Indonesia adalah negara Pancasila yang menghargai kebhinnekaan dan seni budaya lokal. Karena itu, Forum Ukhuwah Islamiyah MUI mendukung adanya muatan yang positif dalam RUU Pornografi demi terbangunnya nilai etika dan moral bangsa.

”Dalam rangka melaksanakan fungsi kontrol sosial, sudah saatnya menempatkan masyarakat sebagai kekuatan dan ketahanan moral dengan menempatkannya sebagai pelapor dan penggugat pada pelaksanaan UU Pornografi,” ujarnya.

Amidhan mengatakan, proses RUU Pornografi memiliki catatan memprihatinkan. ”RUU Pornografi itu bukan soal agama, tetapi soal hukum, meskipun keterkaitan dengan agama banyak sekali,” ujarnya.

Menurut Amidhan, MUI menyosialisasikan penentangan terhadap pornografi. Karena itu, pornografi ditangani Komisi Hukum dan Perundang-undangan serta Komisi Pengkajian MUI. ”Sayang, proses di DPR sarat politik dan agenda yang ditetapkan tak diikuti,” katanya.

(Sumber: Kompas, 10/10/08)
(Penulis: mam/tra)

Tidak ada komentar: